Baca Juga: Bacaan Dalam Shalat Lima Waktu
Perlu diketahui, keterangan ini secara keseluruhan dinukil dari kitab Al Adzkar Imam Nawawi (631-676H)
Perlu diperhatikan, sesungguhnya qunut dalam shalat subuh hukumnya sunah. Hal ini berdasarkan hadits rasul yang shahih, dari riwayat Ibnu Abbas ra:
Perlu diketahui, keterangan ini secara keseluruhan dinukil dari kitab Al Adzkar Imam Nawawi (631-676H)
Perlu diperhatikan, sesungguhnya qunut dalam shalat subuh hukumnya sunah. Hal ini berdasarkan hadits rasul yang shahih, dari riwayat Ibnu Abbas ra:
أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، لَمْ يَقْنُتْ فِي الصُّبْحِ حَتّٰى فَارَقَ الدُّنْيَا.
Sesungguhnya Rosulullah Saw
tidak melakukan qunut dalam shalat subuh, kecuali beliau terpisah dengan dunia.
Hadits
ini diriwayatkan Imam Hakim Abu Abdullah dalam kitab Al Arba’in, dan beliau
mengomentari, ini adalah hadits yang shahih.
Perlu diketahui bagi kami (Syafi’iyah),
qunut disyari’atkan dalam shalat subuh , dan hukumnya adalah sunah muakat
(kesunahan yang disepakati), jika ditinggalkan tidak batal shalatnya, akan
tetapi sunah melakukan sujud syahwi. Hal ini hukumnya sama, baik
ditinggalkan dengan disengaja atau karena lupa.
Sedangkan
dalam shalat fardlu selain shalat subuh, apakah disunahkan qunut atau tidak?,
dalam permasalah ini nas penetapan Imam Syafi’i terdapat tiga qoul
(pendapat), sedangkan qoul (pendapat) yang ashah (paling benar) dan masyhur
(populer) adalah “jika orang-orang muslim tertimpa musibah, maka melakukan qunut
nazilah dalam shalat fardlu selain shalat subuh, jika tidak ada musibah
maka tidak melakukan qunut”. Qoul (pendapat) yang kedua “mutlak melakukan qunut, dan qoul
(pendapat) yang ke-tiga “mutlak tidak melakukan qunut pada shalat fardlu selain
shalat subuh”. Wallaahu a’lam..
Pendapat
kami, juga dianjurkan melakukan qunut pada pertengahan akhir dari bulan
ramadhan dalam rakaat akhir shalat witir. Para ulama syafi’iyah juga ada
yang berpendapat melakukan qunut pada semua shalat witir pada
bulan ramadhan. Sedangkan pendapat yang ketiga, melakukan qunut pada
shalat witir dalam setahun (semua shalat witir), yaitu pendapat Abu Hanifah rahimahullah.
Dari perbedaan pendapat ini, pendapat yang ma’ruf (banyak diketahui)
dalam madhab kami (syafi’iyah) adalah pendapat yang pertama. Wallaahu
a’lam..
Perlu diperhatikan, menurut pendapat
kami waktu melakukan qunut dalam shalat subuh adalah setelah
mengangkat kepala dari ruku’ pada rakaat yang kedua. Pendapat Imam Malik rahimahullah,
qunut pada shalat subuh dilakasanakan sebelum ruku’. Dalam
hal ini para Ulama Syafi’iyah berkata “Jika seseorang yang bermadzhab
syafi’iyah melakukan qunut sebelum ruku’, maka tidak terhitung qunut-nya”,
hal ini berdasarkan pendapat yang ashah (paling benar), ada juga
pendapat yang mengatakan “tetap terhitung qunut-nya”. Jika mengikuti
pendapat yang ashah (paling benar), maka setelah melakukan ruku’
mengulangi qunut-nya, dan disunahkan melakukan sujud syahwi, ada
juga yang berpendapat tidak melakukan sujud syahwi.
Adapun
lafadz qunut, berdasarkan riwayat hadits shahih dengan sanad yang
shahih yang kami riwayatkan dalam kitab
Sunan Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ibnu Majah, Al Baihaqi dan kitab-kitab
yang lain, dari riwayat Al Hasan bin Ali Ra dia berkata bahwa RosulullahSaw
mengajariku beberapa kalimat yang aku baca pada shalat witir, yaitu:
اَللّٰهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ
هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ،
وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ
تَقْضِيْ وَلَا يُقْضٰى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ،
تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ.
Allaahummah dinii fii man hadaits, wa ‘aafinii
fii man ‘aafaits, wa tawallanii fii man tawallaits, wa baarik lii fii maa
a’thaits, wa qi nii syarra maa qadlaits, fa innaka taqdli wa laa yuqdlaa
‘alaik, wa innahuu laa yadzillu maw waalaits, tabaarakta rabbanaa wa ta’aalits.
Ya Alloh, berilah aku
petunjuk diantara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, berilah kesejahteraan
kepadaku diantara orang-orang yang Engkau beri kesejahteraan, tolonglah aku
diantara orang-orang yang kau beri pertolongan, berikanlah keberkahan kepadaku
pada apa-apa yang Engkau berikan kepadaku, dan peliharalah aku dari keburukan
yang Engkau putuskan, karena sesungguhnya Engkau Memutuskan dan tidak
diputuskan atasMu, dan tiada kehinaan
kepada orang yang telah Engkau tolong, Maha Suci Engkau wahai tuhan kami, lagi
Maha Tinggi.
Imam
At Tirmidzi mengatakan, ini adalah hadits yang shahih dan kami tidak mengetahui
hadits nabi tentang qunut yang lebih baik dari hadits ini. Dalam riwayat lain,
yang diceritakan oleh Al Baihaqi Ra, Muhammad bin Al Hanifah putra Ali Ra
berkata bahwa Sesungguhnya doa ini, yang bacakan oleh bapakku ketika qunut
dalam shalat subuh.
Kemudian
disunahkan setelah membaca doa qunut ini, dengan menambahkan membaca:
اَللّٰهُمَّ صَلِ عَلٰى مُحَمَّدٍ
وَعَلٰى ٱلِ مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ.
Allaahumma shalli ‘alaa muhammad wa ‘alaa aali
muhammad wa sallim.
Ya Alloh, semoga kesejahteraan
atas nabi Muhammad dan keluarga nabi
Muhammad dan juga keselamatan.
Redaksi
riwayat Al Baihaqi dengan sanad yang hasan dengan lafadz:
وَصَلَّى اللهُ عَلَى النَّبِيِّ
Wa shallal laahu ‘alan nabiyy.
Semoga kesejahteraan atas
nabi Muhammad.
Para ulama syafi’iyah mengatakan, jika menggunakan doa qunut dari
riwayat Umar Radliallahu ‘anh, maka sangatlah baik. Dia mengerjakan doa qunut
dalam shalat Subuh setelah ruku’ dengan melafalkan:
اَللَّهُمَّ إنَّا نَسْتَعِينُكَ
وَنَسْتَغْفِرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَوَنَخْلَعُ مَنْ يَفْجُرُكَ،
اَللَّهُمَّ إيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُد،وَإِلَيْكَ نَسْعٰى
وَنحْفِدُ، نَرْجُوْا رَحْمَتَكَ وَنَخْشٰى عَذَابَكَ، إنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بالكُفَّارِ مُلْحَقٌ، اَللَّهُمَّ
عَذِّبِ الْكَفَرَةَ الَّذِيْ نَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ، ويُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ،
وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ، اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ
وَالمُؤْمِناتِ وَالْمُسْلِمِيَن وَالْمُسْلِماتِ، وَأَصْلِح ذَاتَ بَيْنَهِمْ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ،
وَاجْعَلْ فِيْ قُلُوبِهِمُ
الْإِيْمَانَ
وَالحِكْمَةَ، وَثَبِّتْهُمْ عَلٰى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِيْ عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ، وَانْصُرْهُمْ عَلٰى
عَدُّوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلٰهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ.
Allaahumma innaa nasta’iinuka wa nastaghfiruka
wa laa nakfuruk, wa nu’minu bika wa na’lakhla’au man yafjuruk, allaahumma
iyyaaka na’budu wa laka nushallii wa nasjud, wa ilaika nas’aa wa nahfud, narjuu
rahmataka wa nakhsyaa ‘adzaabak, inna ‘adzaabakal jidda bil kuffari mulhaq,
allaahumma ‘adz-dzibil kafaratal ladziina ‘an sabiilik, wa yukadz-dzibuuna
rusulak, wa yuqattiluuna awliyaa-ak, allaahummagh fir lil mu’miniina wal
mu’minaati wal muslimiina wal muslimaat, wa ashlih dzaata bainihim, wa allif
baina quluubihim, waj ‘al fii quluubihimul iimaana wal hikmah, wa tsabbitshum
‘alaa millati rasuulil laahi shallal laahu ‘alaihi wa sallam, wa awzi’hum ay
yuufuu bi ‘ahdikal ladzii ‘aahadtahum ‘alaihih, wan shurhum ‘alaa ‘aduwwika wa
‘aduwwihim ilaahal haqqi waj ‘alnaa min hum.
“Ya Alloh, kami memohon
perlindunganMu, kami memohon ampunanMu, dan kami tidak ingkar kepadamu. Kami
beriman kepadaMu dan berlepasdiri dari orang-orang yang kafir kepadaMu. Ya Alloh, hanya kepadamu kami
beribadah, dan hanya kepadaMu kami shalat dan sujud, hanya kepadaMu kami
berusaha dan bergegas, kami mengharap rahmatMu dan takut akan siksaMu,
sesungguhnya siksaMu diperuntukkan kepada orang-orang kafir. Ya Alloh, siksalah
orang-orang kafir yang menghalangi
jalanMu, dan mendustakan utusan-utusanMu, dan memerangi kekasih-kekasihMu. Ya
Alloh, ampunilah kaum mukmin laki-laki dan perempuan, kaum muslimin laki-laki
dan perempuan, dan perbaikilah hubungan mereka, lembutkanlah hati mereka, dan
jadikanlah dalam hatinya keimanan dan hikmah, teguhkanlah mereka dalam meniti
agama rasulullah saw, bantulah mereka dalam memenuhi janji-janjiMu yang Engkau
janjikan, tolonglah mereka atas musuh-musuhMu dan musuh-musuh mereka. Wahai
Tuhan Yang Haq, jadikanlah kami termasuk golongan mereka”.
Perlu diketahui, bahwa doa qunut
dari riwayat Umar Radliallahu ‘anh diatas, dengan menggunakan lafadz “‘Adz-dzaba
kafarat ahlal kitaab” semoga Alloh memberikan adzabNya kepada orang-orang
kafir ahli kitab, karena memerangi ahli kitab dilakukan pada zamannya, sedangkan untuk sekarang, maka
lebih sesuai memilih dengan kalimat “Adz-dzabal kafarata” semoga Engkau
memberikan adzab kepada orang-orang kafir, karena yang demikian itu lebih umum.
Makna penafsiran lafadz “Nakhlu”: kami meninggalkan, lafadz “Yafjuru”:
menafikan sifat-sifatMu (Alloh), lafadz“Nakhfidu”: dengan harakat kasrah
pada huruf mim, artinya segera, lafadz “Al Jidda” : dengan
harakat kasrah pada huruf jim, artinya ; sebenar-benarnya. Lafadz
“Mulhiqun”: dengan dibaca kasrah pada huruf ha, ada
pendapat yang mengatakan dengan harakat fatah, ini sebagaimana pendapat
Ibnu Qutaibah, lafadz “Dzata bainihim” maksudnya perkara-perkara mereka,
atau perkara yang sampai pada mereka, lafadz “Al hikmata” setiap perkara
yang mencegah dari keburukan, lafadz “Awzi’hum” anugrahkanlah mereka
ilhamMu, lafadz “Waj ‘alna min hum”semoga Engkau jadikan kami termasuk
golongan orang-orang yang memiliki sifat demikian.
Para ulama Syafi’iyah berpendapat: disunahkan menggunakan shighat
(bentuk kalimat) jama’ ketika mengamalkan doa qunut Umar Ra, dan
doa-doa qunut lain yang sudah saya sebutkan. Jika menghendaki menggunakan semua
doa qunut yang sudah saya sebutkan,
pedapat yang benar adalah meng-akhirkan doa qunut Umar ra, dan jika
menghendaki doa yang sedikit maka membaca doa qunut yang awal selain doa qunut
Umar Ra. Dalam membaca doa qunut ini disunahkan membaca semua doa qunut
baik doa qunut umar dan doa qunut yang awal, baik seseorang yang
shalat dengan sendirian atau imam yang memungkian makmum lebih suka membaca
bacaan-bacaan yang panjang, Wallaahu a’lam..
Perlu diperhatikan, sesungguhnya
berdasarkan pendapat yang mukhtar (terpilih) doa qunut tidak
ditentukan secara eksplisit dengan doa
tertentu, doa apapun yang dibaca ketika qunut maka menjadi doa qunut,
bahkan andaisaja seseorang melakukan
doa qunut dengan ayat qur’an maka bacaan qunut sudah mencukupi.
Akan tetapi lebih utama dengan menggunakan doa yang ditetapkan dalam hadits
rasul, ada beberapa Ulama dari kalangan Syafi’iyah yang menentukan doa qunut
secara eksplisit dan tidak membolehkan dengan bacaan doa yang lain.
Ketahuilah,
jika mushalli (orang yang shalat), sebagai imam ketika membaca “Allahummah
dina” dan seterusnya disunahkan dengan menggunakan shighat (bentuk
kalimat) jama’. Jika imam tersebut menggunakan lafadz “Ihdinii”
tetap sah qunutnya akan tetapi hukumnya
makruh, alasannya karena bagi imam dimakruhkan mengkhususkan dirinya sendiri
dalam berdoa.
Telah kami riwayatkan dalam kitab Sunan Abu Dawud dan Sunan
at-Tirmidzi, dari Tsauban Radliallahu ‘anh dia berkata, bahwa Rosulullah S.a.w
bersabda:
لَا يَؤُمُّ عَبْدٌ قَوْمًا فَيَخُصَّ
نَفْسَهُ بِدَعْوَةٍ دُوْنَهُمْ، فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ.
Seorang hamba yang tidak
mennjadi imam kaum, yang meng-khususkan dirinya sendiri dalam doanya. Jika dia
melakukannya sunggguh dia telah menghianati mereka”.
At-Tirmidzi
mengatakan, hadits ini hasan kedudukannya.
Para Ulama Syafi’iyah berbeda
pendapat dalam permasalahan mengangkat tangan dan mengusapkan wajah dengan
kedua tangan dalam doa qunut, dalam hal ini pendapat mereka menjadi tiga
pendapat, pendapat yang shahih (benar) adalah, mengangkat kedua tangan
dan tidak mengusapkan kedua tangan pada wajah. Pendapat yang kedua adalah
mengangkat kedua tangan dan juga mengusap wajah, dan pendapat yang ketiga
adalah tidak mengangkat tangan dan juga tidak mengusap wajah, dan mereka
sepakat tidak mengusapkan tangan pada selain wajah, seperti mengusapkan kedua
tangan pada dada dan lain sebagainya, mereka berkata: mengusapakan kedua tangan
pada selain wajah adalah makruh.
Dalam
permasalahan dibaca keras atau lirih, para Ulama Syafi’iyah berpendapat:
Jika mushalli (orang yang shalat) dengan shalat munfarid
(sendirian) maka doa qunut dibaca dengan lirih, sedangkan bagi imam
dibaca dengan keras. adapun bagi makmum, jika imam tidak membaca doa qunut
dengan keras, maka membaca doa qunut dengan lirih, sebagaimana bacaan
doa lainnya, karena dia bersamaan dengan imam dalam bacaan lirih-nya. Dan jika
imam membaca doa qunut dengan keras dan makmum mendengarkan bacaan imam, maka
bagi makmum cukup meng-amin-kan doa imam, kemudian setelah itu
dianjurkan memuji keharibaan Alloh S.w.t pada penutupannya. Sedangkan jika
makmum tidak mendengar bacaan doa qunut imam, maka makmum membaca
doa qunut dengan lirih, ada juga yang mengatakan cukup meng-amin-kan
doa imam, dan ada lagi pendapat yang mengatakan, tetap berusaha
mendengarkan bacaan doa imam. Sedangkan pendapat yang mukhtar
(terpilih) adalah pendapat yang pertama.
Doa
qunut yang dibaca pada shalat fardlu selain shalat subuh, dibaca keras pada
shalat Maghrib dan Isya’, sebagaimana doa qunut dalam shalat subuh yang sudah
jelaskan sebelumnya.
Hadits
shahih yang menerangkan qunut Rasululllah Saw, dalam mendoakan mereka
yang memerangi ahli qur’an dilembah Mu’awwanah menunjukkan kejelasan
membaca keras pada semua qunut Rasulullah S.a.w. Dalam kitab Shahih Bukhari
ketika membahas tafsir Surah Ali Imran ayat: 127 disana disebutkan sebuah
riwayat hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radliallahu ‘anh,
sesungguhnya Nabi Muhammad saw membaca qunut Nazilah dengan bacaan yang
keras.
Wallahu a'lam
Wallahu a'lam
0 komentar:
Posting Komentar